Greensasa

Coretan Tanpa Batas Dari Seorang Perempuan Biasa Yang Ingin Berbagi Tentang Hidup Bagi Siapa Saja Yang Berminat Membacanya....

Sunday, May 4, 2014

Potensi Wisata Wasior, Teluk Wondama-Papua Barat Yang Belum Terjamah

Saya sudah bahas tentang Mamberamo dan Sentani. Nah kali ini saya akan membahas tentang salah satu daerah lagi di Papua. Lebih tepatnya di Papua Barat, yaiut Wasior - Teluk Wondama. Bagi kalian yang mungkin sudah membaca beberapa postingan saya, pasti akan familiar dengan Wasior karena memang saya sempat menceritakan sedikit di postingan sebelum-sebelumnya. Tapi kali ini saya akan membahas lebih ke wisata apa saja sih yang ada di sana. Eitsss jangan penasaran, karena kita akan langsung bahas sekarang juga. :)
Wasior terletak di kabupaten Teluk Wondama yang masuk dalam provinsi Papua Barat, tepat berada di kepala burung pulau Papua. Saat kalian mendengar Wasior, yang terbesit dalam pikiran kalian pasti tentang banjir bandang yang pernah terjadi di tahun 2010. Di sini saya akan meluruskan bahwa Wasior tidak hanya tentang banjir bandang saja, tetapi potensi wisata yang di miliki daerah ini pun sangat bagus untuk di rekomendasikan bagi kalian yang ingin berpetualan ke daerah Papua Barat selain Raja Ampat. Saya mengenal Wasior juga karena perusahaan tempat saya bekerja berpindah lokasi ke daerah ini dan karena suka bertualang membuat saya dan beberapa teman mencoba menjelajah potensi wisata yang ada di daerah ini. 

Transportasi
Transportasi untuk menuju Wasior adalah dengan menggunakan kapal ferry, kapal kayu, kapal laut dan pesawat terbang. 
    Bandara Rendani Manokwari
  1. Jika menggunakan pesawat terbang dari tempat asal, kita akan berganti pesawat di Manokwari karena tidak ada pesawat besar yang mempunyai rute penerbangan ke Wasior. Hanya Sussi Air saja yang melayani pernerbangan menuju Wasior setiap hari di pukul 07.00 WIT dari Manokwari -Wasiordan 08.00 WIT dari Wasior-Manokwai, juga pukul 15.00 WIT dari Manokwari-Wasior dan 16.00 WITdari Wasior-Manokwari seharga Rp. 1,480,000 sekali penerbangan. 
  2. VIP Ferry Napan Wainami
  3. Jika menggunakan Kapal Ferry, setelah sampai di Bandara Rendani - Manokwari kita akan menuju Pelabuhan Ferry yang berada di daerah Sowi. Dapat menggunakan jasa tukang ojek yang ada di sekitar bandara dan minta untuk di antarkan ke pelabuhan Ferry di Daerah Sowi dengan membayar ojek seharga Rp. 15.000-25.000 untuk sekali jalan. Kita juga bisa meminta ojek mengantarkan berkeliling atau mencari keperluan yang dibutuhkan saat melaukan trip seperti membeli makanan kecil atau lain sebagainya di supermarket seperti Hadi yang cukup terkenal di Manokwari. Kapal Ferry Napan adalah Ferry yang melayani rute perjalanan menuju Wasior dan berangkat pukul 17.00 WIT dari Manokwari di hari Selasa dan 17.00 WIT di hari Rabu dari Wasior. Karena pesawat yang tiba di Manokwari rata-rata pagi dan siang sehingga saya sarankan kalian untuk menghabiskan waktu menunggu dengan jalan-jalan berkeliling menjelajah Kota Manokwari. Jika kalian ingin merehatkan badan sejenak sambil menunggu ferry yang akan berangkat di sore hari, kalian dapat menginap di hotel dengan kisaran harga Rp.150.000-750.000/malam. Ferry Napan menetapkan Tarif Ekonomi Rp.98.000, VIP Rp. 125.000. Beda VIP dan Ekonomi sama seperti Ferry pada umumnya, tetapi saya sarankan kalian untuk memilih kelas VIP saja. Ferry ini akan tiba di Wasior kurang lebih pukul 05.00 WIT, dan di luar masih akan terlihat gelap gulita sehingga kalian dapat menunggu di Ferry sampai langit sudah cukup terang. 
  4. Jika menggunakan Kapal Kayu seperti Gracelia, tarif yang ditentukan adalah seharga Rp. 180.000 dengan fasilitas tempat tidur yang dapat diperoleh dengan siapa yang lebih cepat mendapatkannya. Jadwal keberangkatan Gracelia yaitu hari Selasa dan Kamis dari Wasior, Senin dan Rabu dari Manokwari. Berangkat pukul 17.00 WIT. Dari Bandara kalian dapat meminta ojek untuk mengantarkan kalian menuju pelabuhan kapal laut atau pelabuhan besar.
  5. Jika kalian memilih untuk menggunakan kapal laut, maka pastikan untuk mempunyai jadwal yang memang akan mampir ke Wasior seperti KM. Ngapulu atau KM. Labobar (Silahkan konfirmasi lagi ke PELNI karena kadang jadwal suka berubah-ubah.
Depan :Ferry Napan, Belakang: Gracelia

Sampai di Pelabuhan Wasior, akan banyak tukang ojek yang menanti untuk mengantarkan kita kemana pun kita akan pergi. Tarif tukang ojek di Wasior yaitu seharga Rp. 5,000-50.000 tergantung jarak yang ditempuh. Wasior memiliki beberapa penginapan tetapi saya merekomendasikan teman-teman untuk menginap di hotel Darmaji, karena sangat nyaman dan mempunyai fasilitas Wifi jika kalian ingin mengupdate perjalanan kalian. Harga hotel di Wasior yaitu berkisar Rp.200.000-350.000/malam.



Wisata
Potensi wisata yang ada di Wasior cukup banyak. Saya akan membagi beberapa yang sudah saya kunjungi buat kalian semua.

 
Jalanan Menuju Pantai Trans
1. Pantai Trans
Saat liburan lebaran saya dan beberapa teman kerja dengan menggunakan mobil carteran menuju pantai ini. Pantai berada di wilayah perkampungan transmigrasi. Butuh waktu sekitar 45 menit untuk sampai disini dengan melewati jalan dari yang mulus hingga bebatuan dan jembatan yang rusak.




Jembatan Kayu Pantai Trans
Pantai Trans
Gosong Pantai Trans


Kalian dapat menyewa longboat penduduk setempat untuk mengantarkan kalian menuju Pulau Gosong yang ada di depan pantai ini. Sayangnya hari itu tidak ada satu pun longboat yang ada di sekitar pantai tersebut sehingga kami hanya dapat memandangi Pulau Gosong tersebut dari kejauhan. 


Pengunjung Yang Sedang Bermain Air
2. Kali Wasior
Kali ini cukup besar dan biasa di jadikan tempat wisata untuk bermain air. Berada di jalan yang sama saat akan menuju Pantai Trans. Kalinya cukup besar dan arusnya bisa di tidak terlalu deras dan jernih. Saya dan beberapa teman hanya memilih untuk bermain air di pinggir kali saja.



Kembali Narsis Di Kali Wasior















3. Pantai Tanpa Nama Di Tanjung Wasior
Pantai ini berada di ujung tanjung Wasior, tidak cukup bersih karena tidak ada perawatan khusus untuk pantai ini. Karena ada pepohonan pengunjung dapat duduk sambil menikmati angin sepoi-sepoi dan memandang pantai di yang ada di depan mata. Saat surut kita dapat menyusuri pantai hingga ke tengah.


                             


Pelabuhan Wasior
4. Pelabuhan Wasior
Pelabuhan Wasior pun dapat menjadi potensi wisata karena di sore hari akan banyak pedagang yang berjualan makanan di pinggir pantai. Penduduk setempat pun banyak yang menghabiskan waktunya sore hari di pelabuhan dengan memancing sedangkan anak-anak kecil akan memilih untuk berenang sambil bermain dan bercanda dengan teman-temannya. Kita pun dapat melihat sunset yang indah jika langit sedang cerah.




Pemandangan Dari Puncak Bukit
5. Kantor Pemerintahan Kabupaten Teluk Wondama
Kantor pemerintahan ini berada di atas bukit, dan dapat ditempuh dengan 20-30 menit menggunakan sepeda motor karena letaknya yang cukup jauh. Jalannya cukup bagus walau ada beberapa juga yang masih rusak dan butuh perbaikan serta perhatian khusus dari pemerintah. Perkantoran yang berada di atas bukit ini menurut saya bisa menjadi salah satu potensi wisata karena jika kita jalan terus menyusuri bukit hingga di puncak maka kita dapat melihat pemandangan laut Teluk Wondama.


Kampung Dusner
6. Kampung Dusner
Kampung Dusner tidak berada dalam kawasan Wasior tetapi berada di pulau tersendiri yang berada di seberang Wasior. Pertama kali saya datang ke kampung ini saya di buat terkejut dan takjub dengan kebersihan kampung ini. Di bayangan saya, kampung ini akan kotor dan tidak terawat, ternyata saya salah besar. Tidak ada sampah yang berserakan, kampung ini cukup bersih sehingga saya menjadi sangat nyaman untuk menyusuri perkampungan ini. 

Pantai Kampung Dusner
Kampung Dusner ini terletak di sebuah pulau yang sudah pasti memiliki sebuah pantai yang cukup panjang dan luas walau pun tidak berpasir putih tetapi sangat bersih dan menyenangkan untuk bermain di pesisir pantainya. Jika siang atau sore hari banyak anak kecil penduduk setempat yang akan bermain air di pantai tersebut, kalian dapat mengajak mereka ngobrol atau berfoto bersama. Mereka sangat senang bertemu dengan orang baru walau pun awalnya akan sedikit malu-malu tapi dijamin seru.

Anak-Anak Kampung Dusner
 Selain itu di sekitar Kampung Dusner ada beberapa pantai dengan pasir putih dengan air laut kehijau-hijauan yang dapat dikunjungi dengan menyewa longboat milik masyarakat setempat. Sewa longboat tergantung jarak yang ditempuh. Biasanya berkisar Rp. 200.000 ke atas tergantung biaya bahan bakar dan traif yang ditentukan pemilik longboat. Faktor kedekatan dan kepintaran tawar-menawar akan sangat berguna disini. Jika kalian ingin snorkeling, tanyakan pada motoris longboat yang berguna juga sebagai guide dadakan apakah daerah tersebut aman dipakai untuk berenang atau tidak, ini berguna demi kenyamanan kalian.
Longboat Transportasi Air
Pantai Sekitar Kampung Dusner


7. Pantai Pasir Putih Tanjung Kampung Simei.
Pantai ini terletak di tanjung pulau Kampung Simei. Berbeda dengan pantai Kampung Dusner yang memiliki pantai yang luas. Pantai Putih Tanjung ini memiliki banyak sekali batu-batuan kerikil dan batu pantai. Jika kita ingin menuju pantai pasir putih kita harus menyusuri batu-batuan ini dan berjalan sedikit menuju pasir putih tanpa bebatuan tersebut dan dapat kita susuri jika air laut surut. Saat air laut sedang pasang maka kita hanya dapat menggunakan kole-kole atau longboat untuk mencapai pantai ini. Kole-kole adalah sebuah perahu kayu kecil yang menggunakan dayung untuk menjalankannya. Aman untuk berenang karena terdapat banyak pasir tetapi berhati-hati lah, tetap gunakan pelampung bagi yang tidak bisa berenang dan sebaiknya di pandu oleh Guide lokal. Disini juga kita dapat melihat beberapa jenis Anggrek di pohon-pohon yang ada di pinggir pantai.
Pantai Pasir Putih
Pantai Sebelum Pasir Putih


Sandei Distrik Windesi
 8. Kampung Sandei Dan Pantai Panjang
Kampung Sandei dapat ditempuh selama 30 menit-1 jam lebih dengan menggunakan speedboat atau longboat tergantung dari kapasitas besarnya mesin yang digunakan speedboat atau longboat tersebut. Kmpung ini berada di pulau sebelah Kampung Simei dan berhadapan dengan Pulau Yoep. Sandei memiliki pantai yang sangat panjang dan luas, terdapat banyak karang dan dapat dijadikan tempat snorkeling lagi-lagi harus dengan panduan Guide lokal dan berpengalaman karena wilayah ini masih sangat baru dan belum terjamah wisatawan. Jika tidak ingin snorkeling kita dapat melihat ikan-ikan dengan berbagai warna berenang kesana kemari karena airnya sangat jernih. Duduk santai sambil minum air kelapa langsung dari kelapanya bisa menambah seru cerita perjalanan kalian, seperti apa yang saya lakukan bersama teman-teman saya saat berada disana.
View Pantai Sandei 
Air Laut Pantai Sandei
Pantai Sandei Saat Surut


Selain beberapa tempat yang saya sebutkan di atas, masih banyak lagi potensi wisata yang ada di Wasior-Teluk Wondama, Papua Barat ini. Seperti Pulau Yoep, Windesi, Roon dan masih banyak lagi yang lainnya. Hanya saja pemerintah setempat belum menggalakan dan mengenalkan potensi wisata yang ada di daerah ini kepada masryawakat di luar wilayah Teluk Wondama ini. Bagi Saya, Teluk Wondama bisa saja menyaingi potensi wisata Raja Ampat yang sudah sangat di kenal ke seluruh dunia. Saya hanya pendatang yang suka bertualang saat berada di sana sehingga hanya beberapa yang saya dapatkan ini yang bisa saya bagi kepada kalian semua. Saya tetap bersyukur pada yang Maha Kuasa karena saya di beri kesempatan untuk melihat keindahan alam ciptaan-Nya di ujung timur Indonesia ini. Semoga bermanfaat.... :)

Thursday, May 1, 2014

Sentani, Sisi Lain Keindahan Alam Papua....

Hari ini saya akan berbagi cerita tentang Jayapura, lebih tepatnya daerah Sentani dan ini adalah trip saya di bulan November 2011.
Pesawat yang membawa saya menuju Papua tiba sekitar pukul 7 pagi, embun masih bergelayut manja di udara. Mata saya yang tadinya masih mengantuk dimanjakan dengan pemandangan bukit hijau saat saya turun dari pesawat. 
Bandar Udara Sentani - Jayapura, Papua
Jangan berharap banyak seperti bandara udara makassar atau daerah lainnya, bandara ini cukup memadai tapi tidak juga bisa di katakan bagus. Masih butuh pembangunan yang lebih baik lagi kalau menurut saya saat itu. Mungkin saja sekarang sudah lebih baik ya. Oke kita lanjut lagi. Setelah mendapatkan bagasi, saya dan seorang teman saya memilih untuk menunggu di cafe yang ada di area lobby bandara tersebut. Saya memesan susu cokelat, maaf saya lupa harganya berapa saat itu. Menunggu beberapa saat akhirnya kami di jemput juga untuk menuju hotel, tempat dimana kami akan menginap. Hotel ini terbilang cukup baru. Karyawannya ramah dan yang menyenangkan adalah adanya fasilitas wifi di hotel tersebut. Kami menempati kamar executive room dengan harga Rp. 350.000/malam sudah termasuk dengan sarapan pagi. Hotel tersebut berjarak kurang lebih 15 menit dari bandara. Cukup dekat bukan? Sehingga jika di share costnya, kami akan mendapatkan Rp. 175.000/orang. Jarak dari hotel menuju jalan utama berkisar 50 meter, banyak penjual makanan di malam hari sepanjang jalan tersebut, di siang hari ada sebuah cafe yang berada di seberang jalan dan beberapa warung yang membutuhkan kita berjalan sedikit jauh untuk mencapainya. Kisaran harga makanan disana adalah berkisar dari harga 15.000-50.000 untuk sekali mkan lengkap dengan minuman. Jika ingin makanan yang berupa junkfood atau makanan lain seperti mie jakarta maka bisa menggunakan angkot menuju Mall Sentani City, akan banyak pilihan makanan disana yang sangat familiar buat kita para pendatang.
Saat saya keluar dari hotel menuju jalan utama, pemandangan bukit hijau kembali disuguhkan di depan mata saya. Sangat hijau, segar, dan indah menurut saya. 
Pemandangan Di Jalan Utama Hotel

Sentani sangat terkenal dengan beberapa wisatanya, yaitu :

1. Danau Sentani
Danau sentani berada di bawah kaki bukit yang menjadi jalan utama saat kita akan menuju kota Jayapura. Danau yang di tengah-tengahnya terdiri beberapa pulau-pulau kecil dan tempat melihat sunset sore hari yang menarik. Kita dapat menyewa perahu jika ingin berkeliling mengitari danau atau sekedar berkunjung menuju pulau-pulau yang ada di tengah danau. 

Kapal Menuju Pulau-Pulau Kecil Di Tengah Danau
Sayangnya saat saya berkunjung kesana hari sudah sore, sehingga saya hanya menanti sunset sambil duduk di pinggir jembatan dan tentunya berfoto narsis bersama seorang teman saya.
Sunset Danau Sentani

2. Tugu Mc. Arthur

Selanjutnya ada Tugu Mc. Arthur. Berada di kawasan perbukitan kompi tentara yang di kelilingi dengan pepohonan di kiri dan kanan jalannya. Pengunjung diwajibkan untuk meninggalkan KTP sebagai jaminan di pos jaga, dan akan ditanya kepentingannya untuk masuk ke kompi tersebut. Beruntung saya dan teman-teman lolos masuk karena niat kami memang untuk melihat Tugu tersebut. Di pikiran saya saat itu adalah sebuah tugu layaknya tugu pahlawan yang ada di Surabaya. Saat kami menginjakkan kaki di area Tugu tersebut berada, kami disambut dengan pepohonan jati dan cemara. Tugunya tidak seperti yang saya bayangkan, dan pemandangan yang di sajikan pun luar biasa.
Tugu Mc. Arthur
Tugu tersebut berada di dataran bukit, dan di depannya tersaji pemandangan Danau Sentani dan kota Sentani. Saya harus menuruni bukit sedikit untuk menuju ujung tanah landai dengan jalan setapak agar dapat melihat pemandangan yang di sajikan dengan lebih leluasa.
Pemandangan Di Depan Tugu Mc. Arthur
Sesampainya di ujung jalan setapak tersebut, kembali saya di suguhkan pemandangan luar biasa yang saya sebutkan tadi. Saya dapat melihat Danau Sentani, Landasan Udara Sentani, dan pemukiman penduduk Sentani dengan leluasa. Indahnya, dan bersyukur dapat melihatnya.
Pemandangan Sentani Seluruhnya Dari Tugu. Mc. Arthur


3. Pantai Tanpa Nama Di Sebelah Harlem Beach/Depapre

Terakhir adalah pantai tanpa nama, teman-teman yang mengajak kesini menyebutnya demikian karena tidak ada nama yang diberikan secara khusus untuk pantai ini. Pantai ini berada di Sentani Barat dengan melakukan perjalanan darat untuk menuju pelabuhan Speed yang akan mengantarkan kita menuju pantai ini. perjalanan darat ditempuh dengan waktu kurang lebih 1 jam menggunakan mobil dengan melalui perbukitan dengan pepohonan yang mengiringi di kiri dan kanan jalan. Di Pelabuhan Speed, akan banyak speed yang menawarkan untuk mengantarkan kita menuju Harlem beach/Depapre karena pantai tersebut yang cukup terkenal dan sering di kunjungi turis mancanegara tetapi kami tidak akan mengunjungi kedua pantai yang bersebelahan tersebut. Kami mengunjungi pantai lain yang belum disentuh oleh siapa pun yaitu pantai tanpa nama tersebut. Butuh waktu sekitar 1 jam untuk sampai di pantai tersebut dengan biaya Rp. 500.000/sekali jalan. Sehingga total dibutuhkan Rp. 1,000,000/PP dan speed memuat hingga 10-15 orang, jadi jika pergi secara kelompok akan sangat menghemat biaya bukan?
Saat sampai di pantai tersebut saya disuguhkan pemandangan yang lagi-lagi buat saya mengucap syukur pada yang mahakuasa.

Pantai Tanpa Nama Di Sentani Barat -  Papua
Pantai tersebut tidak berpenghuni, membnetuk selayaknya huruf U besar karena diapit oleh dua bukit. Airnya yang berwarna hijau layaknya jamrud membuat saya tidak sabar untuk bermain air.
Pantai Tanpa Nama Sentani Barat -  Papua
Pasir putih, suasananya yang tenang, airnya yang bening membuat saya tak henti-hentinya mengucap syukur akan ciptaan-Nya yang sangat luar biasa. Alam dan keindahan Papua yang belum terjamah oleh pariwisata daerah atau bahkan nasional. Ikan-ikan yang menari-nari indah saat saya snorkeling membuat saya kagum terhadap keindahan bawah laut Pantai Tanpa Nama ini. Disini pun tidak ada sinyal provider sehingga kita benar-benar seperti berada di pulau pribadi dan sangat di rekomendasikan bagi yang tidak ingin di usik dengan pekerjaan atau rutinitas saat sedang berlibur. Indah dan menyenangkan. Rombongan saya pun sempat menghampiri pantai Harlem Beach dan Depapre saat perjalanan pulang dari pantai tanpa nama ini. Dan ombak di kedua pantai tersebut memang sangat tinggi juga menantang bagi yang ingin bermain-main dengan ombak.
Itulah secuil kisah saya saat mengunjungi Sentani-Papua. Walaupun saya sempat berkunjung ke Jayapura juga tetapi keindahan alam yang disuguhkan Sentani membuat saya menuliskan kisah ini. Semoga bermanfaat.




Regrads,

sasa

Monday, April 28, 2014

Mamberamo Papua Dan Keindahan Alamnya Yang Tersembunyi....

Kali ini saya akan berbagi cerita tentang keindahan alam sekitar Camp AJA, Mamberamo. Camp AJA itu sebuah camp perusahaan yang berada di sana. Kebetulan saya menjadi salah satu karyawannya disana. Dan ini adalah pertama kalinya saya menginjak Tanah Papua. Sebelum mencapai ke Camp AJA ini saya sempat seminggu berada di Sentani - Jayapura. 

Camp AJA ini berada di tengah-tengah hutan Mamberamo Papua. Nah saya nggak akan menceritakan tentang Camp AJA secara detail, tapi saya akan berbagi cerita tentang keindahan alam disana dan bagaimana untuk dapat sampai disana. Terletak di Distrik Kasonaweja - Mamberamo, Papua.

Ada dua pilihan transportasi untuk menuju ke Distrik Kaso ini, yaitu dengan transportasi udara dan air. Udara dengan pesawat kecil berpenumpang sembilan orang seperti Susi Air, sedangkan transportasi air kita hanya dapat memanfaatkan fasilitas Speedboat milik perusahaan tempat saya bekerja. Tidak ada transpotasi air lain lagi selain transpotasi milik perusahaan tersebut. Jadi buat kalian yang ingin ke sini bisa menggunakan transpotasi udara dengan biaya Rp. 1,500,000, sedangkan transpotasi milik perusahaan dapat digunakan gratis tanpa biaya jika ada kerja sama atau memberikan surat rekomendasi untuk penjemputan jika ada keperluan dengan perusahaan atau pemerintah setempat. Tetapi pemerintah distrik pun mempunyai transpotasi air sendiri. Sehingga bagi kalian saya rekomendasikan menggunakan transportasi udara karena perusahaan pada tahun 2012 telah berpindah dan tidak beroperasi lagi hingga saat saya memposting tulisan ini. Kendala yang di hadapi jika jika menggunakan transpotasi udara adalah kita harus mengantre karena kadang bisa saling rebut siapa yang akan take off lebih dulu sehingga sangat di sarankan untuk memesan jauh hari dan penerbangan tergantung cuaca daerah saat itu juga. jika mendung dan tidak cerah maka tidak akan ada penerbangan menuju Kaso. Saat dari Kaso akan kembali ke Sentani, kendala lain akan muncul yaitu kita akan berebutan dengan pemerintah atau penduduk setempat yang ngotot untuk ikut penerbangan tersebut sehingga kita diminta bersabar untuk ikut penerbangan keesokan harinya. Penerbangan hanya ada sekali dalam sehari. Sehingga wajar jika terjadi rebutan tersebut, beruntung jika penerbangan sedang sepi sehingga kita tidak perlu berebutan atau mengantre lagi. Sampai di Kaso jika ingin menuju Camp AJA maka perlu perjalan air selama 15-20 menit, dan jika ingin ke Burmeso perlu 10 menit dengan perjalanan air. Banyak ojek air yang menawarkan tumpangan untuk ke tempat yang ingin kalian tuju. Dengan harga 25-30rb menuju Burmeso, 30-50rb menuju Camp AJA. 

Sedangkan kendala untuk transportasi air yaitu, kalian akan terbang menuju Pulau Biak lalu dilanjutkan dengan transportasi air menuju Dawai atau Serui selama 3-4 jam perjalanan tergantung cuaca. Lalu dilanjutkan lagi dengan perjalanan air menuju Gesa selama 3-4 jam itu jika ada transportasi air yang akan menuju ke Gesa pada saat yang sama, jika tidak maka terpaksa untuk menginap di Dawai atau Serui. Jika perjalanan lancar sampai di Gesa dan sudah ada kendaraan darat untuk menuju Trimuris maka kita bisa langsung melanjutkan perjalanan tetapi jika tidak maka akan menginap semalam di Gesa menunggu ada kendaraan menuju Trimuris. Perjalanan dari Gesa menuju Trimuris ditempuh selama 1 jam, dengan jalan yang bebatuan.Sesampai di Trimuris dilanjutkan lagi perjalanan air selama 1 jam. Setelah itu sampailah di Camp AJA atau Kaso. Cukup melelahkan bagi yang tidak terbiasa, tetapi cukup menyenangkan bagi yang suka bertualang.

Tempat wisata di Kasonaweja adalah budaya penduduk setempat, begitu pula dengan Burmeso. Kedua daerah ini merupakan tempat yang sangat sering di kunjungi penduduk dan karyawan karena dapat menangkap sinyal provider. Ada Kali AJA yang bisa jadi tempat wisata, kali yang cukup besar dengan arus lumayan deras jik sedang hujan. Perjalanan dari Camp AJA menuju Burmeso dengan perjalanan darat membutuhkan waktu 1 jam lebih melewati hutan-hutan yang masih rimba, tetapi sudah mempunyai jalan yang bagus berkat bantuan perusahaan yang ada.  Selain itu perjalanan pun menyusuri beberapa Kali dan bukit dengan tebing-tebing, jika beruntung kita akan melihat keindahan Sunset dengan langit kemerahan saat berada di atas bukit. 
Bukit Di Atas Burmeso Saat Menuju Kembali Ke Camp
Selain itu adalah Sungai Mamberamo di kala sore hari saat hari cerah, kita juga dapat melihat pemandangan Sunset. Saya sangat menyukai Sunset, sehingga tidak akan pernah bosan menanti sore hari dan memandang indahnya sunset di langit Mamberamo. 
Sunset Di Sungai Mamberamo
Keindahan lainnya lagi yang dapat di nikmati adalah Danau Bira. Sebuah danau yang berada di kampung Bira - Mamberamo. Perjalanan ditempuh dengan transportasi darat selama 1 jam lebih. Kita dapat bercengkrama dengan penduduk setempat, berbagi dengan anak-anak yang ada di sana, atau memancing di Danau Bira. Ikannya cukup banyak lho. Selain itu kita juga bisa berkeliling Danau dengan menggunakan perahu mesin atau kole-kole(perahu tanpa mesin semacam kano) milik penduduk setempat. 
Danau Bira, Mamberamo - Papua
Selain itu masih banyak lagi lokasi-lokasi wisata yang belum terjamah oleh para penjelajah karena letaknya yang sangat terpelosok. Seperti kantor DPRD yang berada di puncak bukit, dimana kita bisa melihat pepohonan hijau dari halamannya atau bahkan dari balkon kantor tersebut. Hutan dengan pepohonan hijau, udara yang bersih dan segar tanpa polusi berdampingan dengan jalan yang meliuk-liuk dan pemukiman penduduk di Burmeso serta jalan menuju Camp menjadi daya tarik sendiri yang sebenarnya bisa di jual oleh pemerintah wisata setempat. Trimuris dapat menjadi obyek wisata juga karena perkampungannya cukup ramai juga di saat sungai surut, maka pesisir sungai akan timbul pasir-pasir hitam yang jika dilihat serupa dengan pantai. Indah! Keindahan alamnya itu akan selalu ada dalam ingatan saya. Oia disana juga tidak ada listrik, perusahaan menggunakan genset untuk keperluan pekerjaan. Penduduk setempat yang berada di sekitar perusahaan  benar-benar sangat terbantu dengan adanya perusahaan sehingga mereka dapat menggunakan listrik dan dapat bekerja di perusahaan serta dapat diberikan fasilitas kendaraan yang mengantarkan mereka menuju kampung-kampung di pedalaman seperti Danau Bira. 

Demikian secuil kisah saya tentang Kaso, Burmeso, Trimuris di pelosok Papua.


Salam
greensasa

Wednesday, March 26, 2014

TANGAN KANAN VS TANGAN KIRI


Suatu sore dua orang manusia sedang bermain bulu tangkis di depan rumah mereka.  Si S mencoba menggunakan tangan kirinya untuk memegang raket. Si A pun bertanya pada si S sambil tertawa karena melihat si S kewalahan bermain dengan menggunakan tangan kirinya.

Si A : S, kenapa kamu menggunakan tangan kiri?
Si S : Pernah nggak kamu berpikir tangan kiri merasa iri karena kita selalu menggunakan tangan kanan?
Si A pun terdiam sesaat kemudian tertawa lagi karena melihat si S masih kewalahan menggunakan tangan kirinya.
Si A : Tapi lucu tahu hahahahaha
Si S : Ini biar tangan kiri tahu gimana susahnya jadi tangan kanan. Buktinya tangan kiri saja kewalahn kan memukul bola bulu tangkis ini. Pasti ya kalau si tangan kiri dan tangan kanan ini bisa bicara, mereka akan berkata seperti ini :

Tangan Kanan = Taka ; Tangan Kiri = Taki

Taki : Hei Taka, kenapa sih manusia selalu menggunakan kamu untuk keseharian mereka? Aku selalu saja jarang digunakan, bahkan hampir dibilang tidak bisa apa-apa! Aku iri sama kamu, coba deh sekali ini aku mencoba memegang raket itu, kelihatannya mudah. Tinggal mengayunkan raket saja bukan?!

Taka : Kamu pikir mudah menjadi tangan kanan, kalau memang kamu mau mencoba silahkan saja. Aku justru dengan rela melihat kamu bermain.

Taki : Ah itu semua bisa-bisa kamu saja, mentang-mentang kamu bisa semua. Mana sini!
Taka pun menyerahkan raket pada Taki untuk dipegang oleh si S. Pegangan Taki tidak begitu kuat, beberapa kali bola yang melambung di udara dapat ditangkis Taki, tetapi banyak pula yang meleset. Taki mendengar suara tawa si A, dan memandang sinis ke arah si A. Kemudian mencoba lagi menangkis bola yang melambung tetapi Taki membuat raket yang dipegangnya hanya berputar-putar saja di udara dan kembali membuat Si A tertawa terbahak-bahak. Taka yang melihat Taki murung saat itu pun akhirnya mendekati Taki.

Taka : Kamu lihat kan Taki, tidak mudah menjadi Aku. Aku harus berlatih cukup lama untuk dapat menggenggam raket dengan benar dan dapat menangkis bola yang melambung itu dengan benar. Sering juga aku di tertawakan pada saat aku masih belajar bermain bulu tangkis sampai akhirnya aku bisa menggunakannya dengan sangat baik.  Menjadi Aku memang menyenangkan selalu digunakan oleh manusia hampir di seluruh keseharian mereka, tetapi coba kamu pikirkan betapa lelahnya Aku. Justru Aku iri menjadi kamu Taki, karena kamu memiliki waktu istirahat yang banyak dan digunakan untuk saat-saat tertentu. Aku juga tidak akan sempurna jika tidak kamu temani untuk mengangkat kursi, membawa baki, atau hal lainnya yang dibutuhkan manusia untuk kita lakukan bersama. Saat itulah aku menjadi lebih bahagia karena aku tidak perlu melakukan semua sendiri, ada seseorang yang dapat membantuku kapan saja di sela-sela waktu senggangnya. Aku harap kamu mengerti Taki, bahwa kita sudah punya tanggung jawab dan tugas masing-masing untuk membantu manusia melakukan pekerjaannya. Kita juga punya resiko masing-masing untuk itu. Tidak mudah menjadi aku, dan tidak mudah juga menjadi kamu. Bukan begitu Taki?

Taki : Iya kamu benar Taka, aku salah telah iri sama kamu. Seberapa pun manusia mencoba adil, sebenarnya mereka tidak akan bisa adil jika bukan kita sendiri yang sadar dengan tanggung jawab dan tugas kita. Jika tidak disadarkan seperti ini, aku pasti akan terus menerus iri padamu Taka.  Paling tidak aku bisa memungut bola yang jatuh sementara kamu masih memegang raket. Paling tidak aku masih bisa memang bola sebelum aku jatuhkan dan kamu pukul untuk diberikan pada lawan saat menservice bola. Bukankah kita diciptakan untuk saling bekerja sama, jadi buat apa aku harus iri padamu.

Taka : Sekarang kamu sadar kan Taki, disaat kita melihat orang lain lebih baik kita sebenarnya orang tersebut pun melihat hal yang sama dari kita. Jadi buat apa iri jika itu bukan untuk kita? Kita punya bagiannya masing-masing. Bersyukur saja. Aku hanya sering digunakan, tetapi aku pun sama denganmu hanya sebuah tangan dari seorang S yang tidak akan sempurna jika tidak kamu temani Taki.

Taki yang mendengar perkataan Taka pun langsung menautkan jari-jari tangan mereka satu dengan lainnya.

Si S : Nah jadi begitu deh cerita tangan kiri dan tangan kanan, sekarang kamu paham kan kenapa tadi saya mencoba menggunakan tangan kiri.

Si A : Iya paham tapi tetap saja lucu.

Si S dan Si A pun tertawa bersama mengingat bagaimana susahnya menggunakan tangan kiri untuk bermain bulu tangkis.

Note : Dari cerita di atas, pesan yang ingin saya sampaikan adalah bahwa kita manusia sebenarnya tidak akan pernah bisa adil pada siapa pun juga, bahkan untuk organ tubuh kita sendiri pun kita tidak dapat bisa adil, walau pun sebenarnya sudah merasa adil. Begitu pun manusia, kita selalu merasa iri pada orang lain. Selalu merasa menjadi orang lain itu lebih enak, lebih menyenangkan. Padahal belum tentu apa yang kita lihat di luar sesuai dengan apa yang dirasakan oleh orang tersebut. Kita sering mengatakan Tuhan tidak adil pada kita, sebaiknya sebelum kita berkata begitu coba kita koreksi diri kita sendiri dulu apakah kita sudah cukup adil bagi diri kita sendiri? Kita hanya perlu menyadarkan diri kita sendiri bahwa kita sudah memiliki tugas, tanggung jawab, rejeki, dan lain sebagainya di dunia ini sesuai dengan porsi kita masing-masing. Bersyukur dan bekerja sama itulah kunci yang mampu menjauhkan kita dari rasa iri terhadap orang lain.

Salam...... Greensasa

Wednesday, August 29, 2012

Perjalanan Terjal Berbuah Nikmatnya Ikan Bakar Di Camp Simei, Wasior - Teluk Wondama, Papua Barat

Wasior! Akhirnya samapai juga saya di tempat ini. Pemandangan luar biasa, tepi pantai yang meliuk elok. Benar-benar tempat yang saya idamkan selama masih di Mamberamo. Laut, begitu cintanya saya dengan laut walaupun tak bisa berenang tetapi berdiri di pantai dan menhirup udara laut membuat pikiran saya menjadi lebih segar.
Camp tempat saya dan teman-teman berada saat ini memang jauh dari sempurna dan berbanding terbalik dengan camp di Mamberamo. Tapi ada hal yang lain yang membuat saya merasa tidak perlu banyak mengeluh karena inilah resiko tempat baru yang baru-baru saja dibuka.
Sudah tiga hari kami berada di Camp ini, tapi tidak banyak yang kami kerjakan. Hanya berada di kantor seharian, bosan juga rasanya tidak mempunyai kerjaan. Mungkin rasa bosan kami itu di dengar oleh Tuhan, dan melalui ajakan Zainuddin yang seorang operator Dump Truck untuk pergi memancing di pantai itulah saya merasa Tuhan mendengar doa saya.
Sore hari Nuddin mencari kami di kantor dan mengajak kami untuk memancing tetapi Theo, Sarah dan Pak Mantri Budi memilih untuk tetap tinggal di kantor. Jadi hanya saya dan Endang saja yang berangkat memancing dengan pak polisi, bang Salim/bang gondrong, Sigit, dan Ilyas. Kami berangkat dengan menggunakan DT (Dump Truck) 43 yang dikemudikan oleh Nuddin. 43 adalah nomor masing-masing unit kendaraan. DT berjalan mulus, alat pancing sudah siap. Saat DT sampai di jalanan yang menurun menuju logpond, ternyata jalan utama tersebut ditutup dengan batu-batu sehingga tidak dapat kami lewati.
Akhirnya Nuddin mengemudikan DT ke arah kiri jalan menuju  lokasi yang akan dibangun kantor, dia mengikuti instruksi dari bang Salim, Ilyas, dan Sigit. Walaupun dia menyakinkan kalau lebih baik DT tersebut diparkirkan  saja di depan tumpukan batu dan kami berjalan kaki saja. Tetapi instruksi abang-abang tadi jauh lebih kuat dari pada keyakinannya sendiri. DT dapat melintas mulus menuju Logpond.
Kami turun satu persatu, dan mulai mempersiapkan senjata pancing kami. Cukup lama kami memancing tetapi tidak satu pun dari kami yang mendapatkan ikan, bahkan berkali-kali kail kami sangkut di karang. Hari semakin sore, pak poli berteriak memanggil kami untuk pulang. Dia berjalan lebih dulu menuju rumah penduduk setempat bersama Sigit, dan kembali lagi ke tenpat dimana DT di parkir dengan membawa beberapa ikat ikan barakuda dan cakalang. Semua sudah siap untuk bergegas pulang kembali ke Camp. tetapi permasalahan kami adalah bagaimana kami akan pulang? DT tidak bisa naik melewati jalan tanah liat merah dimana kami lewati tadi. Nuddin sudah mencoba berkali-kali tetapi tidak berhasil, bang Salim mencoba juga dan sama tidak berhasil. Aakhirnya kami memutuskan untuk berjalan kaki saja.
Awal perjalanan kami lancar tanpa hambatan, sampai akhirnya kami menemukan batuan material yang berserakan di jalan utama yang tidak dapat kami lintasi saat akan turun ke Logpond tadi. Kami tidak mungkin berhenti berjalan dan kembali melewati jalan liat merah yang cukup jauh di belakang sana dan jalannya cukup memutar sehingga tidak menghemat waktu. Sehingga mau tidak mau, kami tetap emmilih untuk meneruskan jalan dengan melewati batu-batuan tersebut. Jalannya cukup terjal, kami harus memanjat dan mencari batu-batuan yang kokoh untuk menjadi pijakan kami. Cukup lama kami memanjat, dan perlahan-lahan kami beranjak maju, dengan sedikit bantuan bang Salim akhirnya saya bisa sampai di tempat yang bebas bantu. Sedangkan Endang dibantu Nuddin, Sigit dan Pak Polisi membantu kami dengan hiburan canda sehingga kami bisa t yang sedang kami lewati tersebut tertawa melupakan jalan yang terjal dan berbatu-batu yang sedang kami lewati tersebut. Sementara Ilyas memilih melewati jalan yang memutar dibelakang sana.
Keringat bercucuran ditubuh kami, tapi tidak ada keluhan apa pun yang keluar dari mulut kami. Hanya canda dan tawa. Walau bang Salim berkali-kali berkata "Kasian anak orag dibuat begini" tapi kami tetap menikmati perjalan tersebut tanpa mengeluh. Selama perjalanan yang terbayang di kepala saya adalah ikan bakar, karena jujur saja baru tig ahari di camp baru ini saya sudah merasa bosan dengan menu makanan yang berupa mie dimana hampir setiap jam makan kami hanya menu itu saj ayang tersedia. Dan perjalanan ini merupakan hal pertama yang  membuat saya mulai menikmati lokasi baru bersama operator-operator yang jauh dari kesan kasar seperti apa yang saya bayangkan selama ini. Tampak luar mereka mungkin memang kasar dan sangar, tetapi ternyata mereka jauh lebih baik dari yang mungkin kami pikirkan selama ini.
Perjalanan dan awal perkenalan kami berakhir dengan acara ikan bakar di depan mess Pak Polisi dan bang Salim. Perjalanan juah hampir 2 kilo kami tempuh terbaya dengan enaknya ikan bakar yang dibakar oleh Pak Polisi dan bang Ilyas. Rasa puas campur senang membuat kami melupakan 2 kilo perjalanan, dan terjalnya batu-batu yang kami panjat untuk kembali ke Camp tadi.
Kembali lagi saya berucap syukur pada Tuhan karena bisa mengenal orang-orang ini sebelum akhirnya mereka pulang kembali ke kampung halaman mereka tanggal 31 Agustus 2012 nanti.



Regards,


Sasa