Greensasa

Coretan Tanpa Batas Dari Seorang Perempuan Biasa Yang Ingin Berbagi Tentang Hidup Bagi Siapa Saja Yang Berminat Membacanya....

Wednesday, February 16, 2011

Dear Papa "Kau Pahlawan Kebangganku Papa"



Postingan saya kali ini tentang surat. Lho kok surat?? Jadi kemarin saya sempat ikutan project yang temanya tentang mengucapkan terima kasih untuk Papa dan akan dijadikan satu buku yang hasil penjualannya akan disumbangkan. Nah ini dia surat saya itu.

"Halo Pa, mungkin agak aneh harus mengirimkan surat ini padamu. Padahal setiap hari kita bertemu, tetapi lewat surat inilah aku bisa mengungkapkan berbagai perasaanku padamu. Papa, bagiku adalah sandaranku. Papa bagiku kau dan mama adalah penuntun jalanku. Saat aku merasa lemah, saat aku merasa tidak kuat menjalani cobaan yang didepanku, kau orang pertama yang berkata aku bisa melewatinya. Meski kadang kita sering bertentangan pendapat, tetapi dari situ kita dapat saling mengerti dan menghargai pendapat kita masing-masing. Dari papa juga aku belajar menjadi perempuan yang kuat dan percaya diri dengan segala yang aku miliki. Selama 18 tahun Papa selalu berada disampingku, sampai akhirnya kita harus berpisah karena aku melanjutkan studiku keluar kota. Itu pertama kalinya aku harus berpisah jauh dengan keluarga, dan itu saat pertama kalinya aku melihat Papa menangis melihat aku naik ke atas pesawat yang membawaku menuju kota Jogja. Papa, mungkin memang kau tidak mampu menangis dihadapanku dan mecoba menutupinya dariku agar aku tidak merasa sedih, tetapi aku melihatnya walau tak kau sadari. Kebanggaan untukku adalah saat melihat Papa menangis karenaku. Begitu berharganya aku dimatamu sampai kau harus meneteskan  air matamu.
Papa, orang yang selalu berkata “ya” saat aku meminta apa yang aku inginkan. Papa orang yang selalu berkata “pasti bisa” saat aku merasa tidak dapat melakukan hal yang sama sekali tidak ku ketahui. Walau terkadang kau hanya duduk diam sambil mencabut janggut kecil di dagumu saat kita duduk menonton televisi, aku tahu kau memperhatikan aku dan adik-adik. Kau orang pertama yang dapat menjamin, aku aman jika berada disampingmu. Saat aku ingin diceburkan ke dalam kolam oleh teman-temanku saat acara wisudaku, kau orang pertama yang berkata “jangan”, dan akhirnya aku aman tanpa basah-basahan. Papa, aku ingat saat kau membelikan aku boneka doraemon karena aku mempunyai nilai yang bagus saat aku disekolah dasar. Bukan karena aku memiliki nilai bagus saja tetapi kau ingin membuat aku bahagia.
Papa, mungkin kau tidak pernah tahu betapa aku begitu menyayangimu. Aku selalu menangis dan menetskan air mata saat mendengar lagu “I love you daddy” dan “Terbaik Untukmu (Ayah)” saat aku berada di kota Jogja. Saat kau menelpon dan mengatakan “Papa kangen, kakak nggak kangen Papa?” dan aku hanya menjawab dengan tawa dan hanya berkata “iya”, walau sejujurnya aku begitu merindukan Papa. Tapi aku tidak ingin membuatmu begitu khawatir atau makin sedih hanya karenaku. Aku mungkin banyak melakukan kesalahan atau membuatmu bersedih, dan tidak pernah sedikit pun terlontar kata maaf dari mulutku atas kesalahan yang telah kubuat. Papa selalu memaafkan aku tanpa aku memintanya. Papa selalu mengerti aku, walau kadang aku tidak mau mengerti mau Papa padaku. Papa, orang yang menjamin aku tidak kelaparan selama aku studi diluar kota walau mungkin dirumah mungkin Papa tidak makan. Papa yang menjamin aku menjadi anak yang pintar hingga memperoleh gelar sarjana. Semua karena Papa.
Papa begitu banyak yang kau berikan padaku, tetapi aku terlalu angkuh dan gengsi mengucapkan kata Terima Kasih untukmu. Bukan karena aku tak ingin, tetapi aku tidak tahu bagaimana mengatakannya dan  aku juga terlalu malu untuk mengucapkannya, karena aku belum bisa memberikan yang terbaik untukmu. Begitu banyak harapanmu padaku, karena Papa yakin aku suatu saat bisa menjadi seperti yang kau inginkan. Papa, lewat surat ini, ingin kukatakan padamu bahwa aku begitu menyayangimu, sangat membanggakanmu, dan setulus hati aku ucapkan Terima Kasih untuk semua yang terbaik yang kau berikan untukku. Aku bukan siapa-siapa tanpamu Papa. Kau pahlawanku… Terima Kasih…..."

Jujur mungkin agak susah ya kita ngungkapin perasaan terima kasih kita sama Papa, karena banyak alasan dari diri kita. Jadi sebelum terlambat, apa pun bentuknya ucapkanlah terima kasih pada Papa kita. Mungkin Papa saya tidak akan tahu saya pernah menulis surat ini dan dibaca oleh banyak orang, tetapi menurut saya paling tidak saya telah sempat menulis dan menyimpan sebuah surat ucapan terima kasih pada Papa yang dibaca oleh banyak orang. Jadi tidak hanya sekedar kata terima kasih yang akhirnya hilang begitu saja dikemudian hari. Well, terima kasih juga sudah membacanya.... Salam....


~Sasa~

Thursday, February 3, 2011

Ponjong Dan Gunung Kidul, Sisi Lain Keindahan D.I.Y

Kemarin saya sudah berbagi cerita soal jadi relawan. Kali ini saya mau berbagi cerita soal mencari kehijauan daitengah abu-abu. Pasti pada bingung deh maksudnya apaan nih sa? 
Seminggu saya dan teman-teman menjadi relawan, sibuk kesana kesini. Ngurus ini itu, dan bergelut dengan cuaca ekstrim kota Yogya saat itu. Kenapa saya katakan ekstrim, karena setiap hari mendung menggila dan hujan yang terus menerus tanpa henti. Benar-benar cuaca yang aneh dan ekstrim, belum lagi debu/abu merapi yang turun terus menerus. Pada akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat sejenak dari kesibukan dan mencari ketenangan pikiran dan jiwa kami. Dengan kata lain refresh otak dari suasana yang mencekam.
Kami sepakat untuk pergi ke daerah Ponjong - Gunung Kidul. Kenapa kami memilih kesana, karena disana sempat menjadi lokasi KKN saya dan seorang teman saya. Desa yang menjadi posko saya dulu adalah desa Tegalrejo, dengan kepala dukuh yang bisa saya bilang gaul habisss. Nggak pernah repot ngurusin kami dan menganggap kami sebagai keluarga. Sehingga kami tidak sungkan untuk datang main-main disana, keluarga bapak dukuh juga sangat ramah dan selalu menerima kami untuk menginap dirumah mereka. 
Saat memasuki wilayah gunung kidul, udara masih sejuk dan poon-pohon masih hijau. Sangat berbeda dengan kota Yogya yang diliputi abu disana sini. Sampai di desa Tegalrejo suasana sepi dan damai semakin terasa. Saat itu sudah menjelang sore hari sehingga penduduk desa sudah masuk ke dalam rumah mereka masing-masing. Sampai dirumah bapak dan ibu dukuh, kami selalu disambut ramah. Dua orang yang kami ajak pun sangat senang diajak kesana. Bapak dan ibu mempunyai dua orang anak, seorang anak wanita yang bernama Dosy dan seorang anak lelaki yang bernama Reza. Saat itu Dosy sudah bekerja di gramedia kota Yogya, sehingga kami hanya disambut oleh senyum Reza saat kami tiba disana. Beristirhat sejenak, akhirnya Reza mengajak saya untuk bermain cautr, dan hasilnya dia selalu kalah (saya kan jagoan). Melihat kami asik bermain, akhirnya yang lain ikut bermain monopoli. Sata ibu dan bapak menyuruh mandi, yang ada malah jadi males mandi. 
Suasana di desa tegalrejo memang nymana, hanya suara jangkrik dan sapi saja yang sering terdengar, itu kalau bapak dukuh sedang tidak mendengarkan wayang disalah satu radio. Karena jika bapak sedang mendengarkan wayang, volumenya harus dibesarkan dan semua yang di dalam rumah harus ikut mendengarkan, suka atau tidak suka (kasian ye). Tapi justru dari situ saya kadang suka ikut mendengarkan wayang. Malam itu banyak bintang dilangit, bapak mengajak kami untuk duduk-duduk dihalaman luar rumah. Kami pun duduk sambil bebaring menikmati malam. Banyak sekali bintang yang akhir-akhir itu tidak kami jumpai di kota Yogya. Benar-benar suasana yang sangat berbeda. Bersyukur kami masih bisa menikmati indahnya malam dan pagi di sisi lain D.I.Y.
Sampai subuh kami berada diluar dan akhirnya memilih masuk untuk tidur di dalam kamar karena dingin sudah mulai menusuk-nusuk tubuh kami. Pagi hari saat kami bangun, matahari dan langit sangat cerah. kami memang berencana akan ke pantai hari itu. Mengobrol, makan siang, dan berbagi cerita serta tawa lagi dengan keluarga di ponjong lalu kami akhirnya berangkat menuju pantai. Ingin rasanya menambah satu hari di desa itu lagi, tetapi tugas kami menjadi relawan belum selesai saat itu. Sehingga kami memilih untuk melanjutkan perjalanan ke pantai.
Pantai yang kami tuju saat itu adalah pantai Siung, pantai yang keren dengan tebing tinggi yang dapat dipanjat sehingga kita dapat melihat indahnya pesisir dan laut yang ada dipantai itu dari atas. Beneran ini pantai keren banget, betah saya berada diatas tebing itu. Kami menikmati sampai sunset menjelang, tapi sayang sore itu mendung hingga kami harus cepat-cepat turun dan mencari tempat berlindung. Untung saja saat kamis sudah dibawah, hujan baru turun deras. Kami berteduh sejenak sampai hujan reda, dan akhirnya kami pulang dengan satu cerita baru dari perjalanan kami yang saya tulis dan bagikan dalam blog saya ini buat semua yang baca.

Well, perjalanan ini mungkin biasa saja. Tetapi perjalanan ini malah menunjukkan pada saya betapa besar memang kuasa pemilik alam ini pada kita.Perjalanan ini juga menunjukkan pada saya, saya yang menjadi relawan saja masih berpikir untuk refresh otak walau sehari, apalagi pengungsi yang setiap hari berada di tempat yang sama dengan situasi serta kondisi yang sama. Pantas saja jika akhirnya banyak pengungsi yang menjadi stress, karena tidak ada hiburan yang dapat menyegarkan otak mereka. Hijau dan Biru memang warna yang sangat sempurna menurut saya bagi orang yang memang bergelut dengan Abunya Merapi. Beruntung bagi saya dan teman-teman dapat menyegarkan otak, dan akhirnya dapat berbagi keceriaan lagi bersama adik-adik di pengungsian. Hidup tidak hanya tentang menikmati sendiri kedamaian yang kita rasakan, tetapi hidup adalah berbagi kedamaian dan keceriaan bagi mereka yang sedang mencarinya. Salammm.....

Tebing Pantai Siung

Pohon Tua Di Desa Tegal Rejo

Bendungan Dan Pohon Tua Di Desa Tegal Rejo

Pantai Siung Dari Bawah



~sasa~

Tuesday, February 1, 2011

Adik-Adik Pengungsilah Juaranya

Hola para pembaca setia, hedew serasa ada yang baca aja ini blog (ya pasti ada aja lah ya, amiennnn kalau ada). well, lama saya nggak menulis di catatan kecil saya ini. banyak sebabnya sih, pertama sibuk jadi relawan di pengungsian gunung merapi (taelahhh relawan, gaya ye), kedua sibuk packing-packing buat pindah kota (sekedar info, saat saya menulis ini saya sudah tidak di jogja lagi), ketiga saya lupa alamat password dan email saya (dan info lagi, hari ini saya baru inget dan langsung ngeblog lagi). pasti deh bakal bilang okelah alasan pertama dan kedua masuk akal, tapi alasan ketiga nggak banget deh sa! benerrr banget, emank alasan ketiga saya nggak banget, dan saya akui itu. saya sendiri saja heran, kok bisa ya lupa sama alamat email dan password blog saya sendiri padahal sudah sering saya ngeblog. ya mungkin pengaruh usia dan banyak yang dipikirin kali ya. efeknya jadi ya begitu deh, pikun (eh ngaku lagi). 

Uhm... curcol (curhat colongan) urusan pikun sampai situ dulu aja kali ya, lanjut cerita yang lain boleh kan ya... (harus boleh, maksa). sebenarnya banyak sih yang mau diceritain tapi satu-satu dulu aja ya. saya mau berbagi cerita tentang menjadi relawan saat bencana gunung merapi a.k.a gunung merapi meletus. jujur ini pengalaman kedua saya dengan bencana yang cukup besar yang saya rasakan di kota yogya. pengalaman pertama saya waktu gempa bumi tahun 2006, yang sempat buat saya dag dig dug nggak jelas selama masih ada gempa-gempa susulan. dari situ juga saya punya pengalaman harus bertindak seperti apa saat ada bencana datang, dan itu saya praktekan di pengalaman kedua saya saat merapi meletus tahun 2010 kemarin. waktu gempa bumi 2006 saya benar-benar tidak tahu harus ngapain dan berbuat apa, dan akhirnya memilih pulang ke samarinda sedangkan hati saya malah menjadi tidak tenang. dengan kata lain bertentangan dengan nurani saya. di pengalaman kedua saya ini, saya menjadi lebih tenang dan akhirnya malah ngotot untuk tetap tinggal di kota Yogya walaupun semua keluarga, teman dan kerabat menyuruh dan meminta saya untuk pulang ke samarinda sampai merapi benar-benar reda. tetapi dari pengalaman pertama saya, saya belajar untuk mengikuti apa kata hati saya. saya tetap bertahan dan malah ingin ikut ambil bagian menjadi relawan bagi para pengungsi. 

Beberapa hari mencari dan melihat keadaan akhirnya dapat juga teman dan lokasi yang dijadikan tempat buat saya dan teman-teman lain berbagi tenaga dan dana yang kami miliki. sebagian besar dana yang kami peroleh dari teman-teman komunitas di koprol (kopijos, sikodok, komic, robokops,dll) maaf kalau ada yang tidak disebutkan (ingat cerita diawal saya, saya pikunan). bantuan kami salurkan ke beberapa titik di yogya dan magelang. untuk area yogya, kami sering memfokuskan bantuan ke pengungsi kepuharjo yang kemudian dipindahkan ke balai desa sariharjo yang deket sekali dengan hyatt. di daerah magelang, kami ke salam dan (nah lho lupa dah saya), desanya sebelahan. di magelang ini sangat parah debunya, sedangkan pengsungsinya banyak yang tidak menggunakan masker. fokus bantuan saya dan teman-teman lebih kepada anak-anak, karena mereka yang kadang kurang diperhatikan dan rasa trauman mereka terhadap sebuah bencana yang menimpa mereka masih sangat kuat dalam ingatan mereka dan berdampak besar bagi mereka. 

Beberapa minggu saya dan teman-teman menjadi relawan di desa sariharjo. sampai pada akhirnya kami mengajak adik-adik disana untuk berangkat menuju taman pintar. mengenal berbagai pengetahuan yang ada dan melihat-lihat hal-hal baru yang mungkin belum pernah mereka lihat. tujuan kami adalah menghibur mereka walau sejenak.
melihat mereka tersenyum dan tertawa lepas itu sudah menjadi penghiburan dan pelepas rasa lelah saya dan teman-teman. kebahagian mereka itulah yang ingin kami berikan. walaupun kadang mereka suka usil tapi itulah anak-anak, bukankah kita dulu juga seperti mereka? menarik mengenal mereka lebih dekat, karena sebenarnya mereka tidak seusil yang mereka perlihatkan diawal. dalam hati mereka juga bersedih. ada seorang anak yang bercerita pada saya, bahwa sebenarnya dia sedih jika mengingat harus berpisah dengan teman-temannya yang entah sekarang ada dimana. mereka sedih mengingat rumah dan ternk mereka habis dilahap lahar. tetapi dari mereka juga saya belajar untuk dapat menerima apa pun keadaan dan cobaan yang Tuhan berikan untuk kita. tetap tersenyum walau sebenarnya sakit, tetap bertahan walau disekolah diolok karena harus memakai sendal dan baju bebas. semua mereka terima karena satu hal, hidup ini sementara dan Tuhan yang punya kuasa akan diri kita. masih syukur kita masih diberi nafas untuk tetap hidup, tak apalah harta benda raib, tak apalah ke sekolah hanya pakai sendal dan baju bebas. toh pada akhirnya akan terbukti, kepintaran bukan berasal dari pakaian yang kita pakai atau sepatu yang kita gunakan tetapi kepintaran berasal dari sberapa banyak ilmu yang dapat kita tampung dalam otak kecil kita. buat saya, adik-adik di pengungsian sudah menjadi juara buat saya. karena mereka mengajarkan saya banyak hal tanpa mereka sadari.

Benar-benar banyak sekali pelajaran dan pengalaman hidup yang dapat saya pelajari dari mereka, melihat ke diri saya sendiri. beruntung saya masih bisa tidur dengan nyaman, beruntung saya masih punya pakaian, beruntung saya masih bisa makan enak. benar-benar beruntung saya dapat mengenal mereka, dan tidak ada ruginya saya mengikuti apa kata hati nurani saya, karena nurani seseorang memang tidak pernah salah jika kita mau mendengarkan dengan seksama pa kata hati kita.
uhm... sudah panjang banget ya saya berbagi cerita, mungkin sampai disitu dulu cerita saya kali ini. next kita lanjut lagi. mungkin masih tentang relawa, atau malah tentang kepindahan saya.... ahhhh masih banyak waktu kan. untuk terus berbagi cerita dan membaca cerita-cerita saya selanjutnya... terima kasih sudah membaca.... salam....

Ini beberapa foto yang  dipotret oleh beberapa orang teman.


Pembagian Susu Dan Buku Tulis

Berbagi Senyum Untuk Merapi


~sasa~