Greensasa

Coretan Tanpa Batas Dari Seorang Perempuan Biasa Yang Ingin Berbagi Tentang Hidup Bagi Siapa Saja Yang Berminat Membacanya....

Wednesday, August 29, 2012

Perjalanan Terjal Berbuah Nikmatnya Ikan Bakar Di Camp Simei, Wasior - Teluk Wondama, Papua Barat

Wasior! Akhirnya samapai juga saya di tempat ini. Pemandangan luar biasa, tepi pantai yang meliuk elok. Benar-benar tempat yang saya idamkan selama masih di Mamberamo. Laut, begitu cintanya saya dengan laut walaupun tak bisa berenang tetapi berdiri di pantai dan menhirup udara laut membuat pikiran saya menjadi lebih segar.
Camp tempat saya dan teman-teman berada saat ini memang jauh dari sempurna dan berbanding terbalik dengan camp di Mamberamo. Tapi ada hal yang lain yang membuat saya merasa tidak perlu banyak mengeluh karena inilah resiko tempat baru yang baru-baru saja dibuka.
Sudah tiga hari kami berada di Camp ini, tapi tidak banyak yang kami kerjakan. Hanya berada di kantor seharian, bosan juga rasanya tidak mempunyai kerjaan. Mungkin rasa bosan kami itu di dengar oleh Tuhan, dan melalui ajakan Zainuddin yang seorang operator Dump Truck untuk pergi memancing di pantai itulah saya merasa Tuhan mendengar doa saya.
Sore hari Nuddin mencari kami di kantor dan mengajak kami untuk memancing tetapi Theo, Sarah dan Pak Mantri Budi memilih untuk tetap tinggal di kantor. Jadi hanya saya dan Endang saja yang berangkat memancing dengan pak polisi, bang Salim/bang gondrong, Sigit, dan Ilyas. Kami berangkat dengan menggunakan DT (Dump Truck) 43 yang dikemudikan oleh Nuddin. 43 adalah nomor masing-masing unit kendaraan. DT berjalan mulus, alat pancing sudah siap. Saat DT sampai di jalanan yang menurun menuju logpond, ternyata jalan utama tersebut ditutup dengan batu-batu sehingga tidak dapat kami lewati.
Akhirnya Nuddin mengemudikan DT ke arah kiri jalan menuju  lokasi yang akan dibangun kantor, dia mengikuti instruksi dari bang Salim, Ilyas, dan Sigit. Walaupun dia menyakinkan kalau lebih baik DT tersebut diparkirkan  saja di depan tumpukan batu dan kami berjalan kaki saja. Tetapi instruksi abang-abang tadi jauh lebih kuat dari pada keyakinannya sendiri. DT dapat melintas mulus menuju Logpond.
Kami turun satu persatu, dan mulai mempersiapkan senjata pancing kami. Cukup lama kami memancing tetapi tidak satu pun dari kami yang mendapatkan ikan, bahkan berkali-kali kail kami sangkut di karang. Hari semakin sore, pak poli berteriak memanggil kami untuk pulang. Dia berjalan lebih dulu menuju rumah penduduk setempat bersama Sigit, dan kembali lagi ke tenpat dimana DT di parkir dengan membawa beberapa ikat ikan barakuda dan cakalang. Semua sudah siap untuk bergegas pulang kembali ke Camp. tetapi permasalahan kami adalah bagaimana kami akan pulang? DT tidak bisa naik melewati jalan tanah liat merah dimana kami lewati tadi. Nuddin sudah mencoba berkali-kali tetapi tidak berhasil, bang Salim mencoba juga dan sama tidak berhasil. Aakhirnya kami memutuskan untuk berjalan kaki saja.
Awal perjalanan kami lancar tanpa hambatan, sampai akhirnya kami menemukan batuan material yang berserakan di jalan utama yang tidak dapat kami lintasi saat akan turun ke Logpond tadi. Kami tidak mungkin berhenti berjalan dan kembali melewati jalan liat merah yang cukup jauh di belakang sana dan jalannya cukup memutar sehingga tidak menghemat waktu. Sehingga mau tidak mau, kami tetap emmilih untuk meneruskan jalan dengan melewati batu-batuan tersebut. Jalannya cukup terjal, kami harus memanjat dan mencari batu-batuan yang kokoh untuk menjadi pijakan kami. Cukup lama kami memanjat, dan perlahan-lahan kami beranjak maju, dengan sedikit bantuan bang Salim akhirnya saya bisa sampai di tempat yang bebas bantu. Sedangkan Endang dibantu Nuddin, Sigit dan Pak Polisi membantu kami dengan hiburan canda sehingga kami bisa t yang sedang kami lewati tersebut tertawa melupakan jalan yang terjal dan berbatu-batu yang sedang kami lewati tersebut. Sementara Ilyas memilih melewati jalan yang memutar dibelakang sana.
Keringat bercucuran ditubuh kami, tapi tidak ada keluhan apa pun yang keluar dari mulut kami. Hanya canda dan tawa. Walau bang Salim berkali-kali berkata "Kasian anak orag dibuat begini" tapi kami tetap menikmati perjalan tersebut tanpa mengeluh. Selama perjalanan yang terbayang di kepala saya adalah ikan bakar, karena jujur saja baru tig ahari di camp baru ini saya sudah merasa bosan dengan menu makanan yang berupa mie dimana hampir setiap jam makan kami hanya menu itu saj ayang tersedia. Dan perjalanan ini merupakan hal pertama yang  membuat saya mulai menikmati lokasi baru bersama operator-operator yang jauh dari kesan kasar seperti apa yang saya bayangkan selama ini. Tampak luar mereka mungkin memang kasar dan sangar, tetapi ternyata mereka jauh lebih baik dari yang mungkin kami pikirkan selama ini.
Perjalanan dan awal perkenalan kami berakhir dengan acara ikan bakar di depan mess Pak Polisi dan bang Salim. Perjalanan juah hampir 2 kilo kami tempuh terbaya dengan enaknya ikan bakar yang dibakar oleh Pak Polisi dan bang Ilyas. Rasa puas campur senang membuat kami melupakan 2 kilo perjalanan, dan terjalnya batu-batu yang kami panjat untuk kembali ke Camp tadi.
Kembali lagi saya berucap syukur pada Tuhan karena bisa mengenal orang-orang ini sebelum akhirnya mereka pulang kembali ke kampung halaman mereka tanggal 31 Agustus 2012 nanti.



Regards,


Sasa

Sunday, August 26, 2012

Laut Wasior - Teluk Wondama, Papua Barat

Akhirnya pagi menjelang setelah semalaman tidur berhimpitan dengan Sarah dalam 1 ranjang berukuran 1x2meter. Pagi ini yang saya tunggu-tunggu karena akhirnya saya bisa melihat lokasi baru perusahaan tempat saya bekerja. Menurut perhitungan saya yang masih awam dengan dunia kelautan, kami akan tiba sekitar jam 10 pagi. Saya, Theo, Sarah, Budi dan Endang menuju Wasior dari Dawai dengan menggunakan Tagboat tetapi Theo dan Pak Mantri Budi tidak diijinkan untuk menumpang di Tagboat bersama kami yang perempuan-perempuan. Akhirnya mereka menginap selama perjalanan di atas Tongkang yang ditarik dengan tagboat. Setelah sarapan kami naik ke dek atas Tagboat dan melihat ke sekeliling yng mulai tampak pulau-pulau juga orang-orang yang menginap di tongkang. Cukup lama kami berada di luar sambil melihat sekeliling kami. Mendung bergelayut manja membuat kami terpaksa untuk masuk ke dalam dek kembali. 
Untuk menhilangkan rasa bosan kami, saya mengajak Sarah dan Endang untuk bermain kartu, kemudian tidur-tiduran sampai dipanggil untuk makan siang oleh koki tagboat tersebut. 
Tagboat bergoyang kencang membuat kami oleng, saat saya di kamar mandi saya melihat keluar jendela dan semakin banyak lagi pulau-pulau yang terlihat. Kami pun kembali memilih untuk ke dek atas melihat pulau-pulau yang semakin terlihat tersebut, selian juga menghindari oleng yang sangat terasa di dek bawah. Kami memilih untuk duduk disebelah kemudi sambil melihat pulau-pulau sepanjang perjalanan kami. Rasa kagum saya tak dapat diukir dengan kata-kata. Saya hanya mampu berucap syukur kepada Tuhan karena dibolehkan melihat dan merasakan pengalaman ini semua dengan gratis di laut Papua ini. Tadinya saya ingin menggerutu karena harus bersusah payah dan merasa menjadi korban, tetapi Tuhan punya rencana lain. Dia ingin saya melihat keindahan Papua dengan apa yang saya lewati dengan perjalanan laut ini. 
Kembali saya berandai-andai, apa jadinya jika semua anggota gank dapur ada saat ini bersama kami. Aapakh mereka akan merasakan hal yang sama?  Saya rasa tidak sedetik pun moment-moment indah kami lewati jika kami bisa pergi bersama saat ini. Saya tetap akan menunggu teman-teman saya tersebut di Wasior. Semoga apa yang saya rasakan ini, juga dirasakan oleh Theo dan Pak Mantri Budi juga karyawan-karyawan lain yang ada di Tongkang.


Regrads,


Sasa

Friday, August 24, 2012

Gank Dapur On Story, Version By Greensasa



Pada akhirnya semua karyawan yang ada dibawah perusahaan Mamberamo 2 harus pergi meninggalkan Mamberamo menuju Wasior atau Waropen satu persatu. Berawal dari Irma dan Riva yang sudah berangkat lebih dulu menuju Waropen tanpa pemberitahuan apa pun sebelumnya. Selanjutnya saya dan Theo, kami di tunjuk untuk cepat berangkat ke Wasior mewakili departement masing-masing.
Ada rasa senang karena bisa beranjak ke lokasi baru dan tidak terkungkung lama di dalam hutan Mamberamo lagi. Tetapi ternyata rasa senang itu tidak berbanding apa-apa dengan rasa sedih yang kami rasakan. Di Mamberamo kami mendapatkan 'keluarga baru', yaitu teman-teman sesama camp yang saling support antara satu dengan yang lain dan rata-rata suka nongkrong di depan dapur staff perusahaan mess kami.

Keluarga baru itu terdiri dari berbagai departement, kami menyebut diri kami 'Gank Dapur'. Nama ini tercetus oleh Pak Lukman karena kami semua terbiasa untuk nongkrong di depan dapur. Berkumpul, berbagi cerita tentang atasan, teman mess, pekerjaan yang bikin stress, karyawan lain, serta masyarakat lokal dengan tingkah pola mereka yang aneh-aneh. Semua kami bahas, keceriaan tidak pernah surut dalam hari-hari kami. Makanan selalu tersaji menemani acara nongkrong bareng di depan dapur. Kartu menjadi permainan utama untuk kami mainkan jika sudah jenuh dengan cerita yang itu-itu saja. Selalu ada cara untuk menghabiskan sisa sore dan malam hingga saat waktu tidur malam menjelang. Foto-Foto menjadi ritual yang kerap ada dan kerap lenyap, tergantung siapa yang bersedia di foto dan menjadi fotografer dadakan saat itu. 
Perpisahaan untuk berjumpa lagi, mungkin itu yang kami yakini karena sudah banyak rencana yang kami susun. Salah satunya adalah liburan awal tahun di Jogja, karena dekit-detik terakhir kami berada di Mmaberamo itu maka kami memanfaatkan sebaik-baiknya semua moment untuk diabadikan dan siap untuk dilaksanakan bersama-sama. Satu berangkat yang lain juga berangkat, satu tinggal yang lain juga akan tinggal.

Moment kebersamaan menjelang detik-detik terakhir di Mamberamo berawal pada saat lebaran tahun 2012, kami berkumpul untuk lebaran bersama ke Camp Agathis dan ke daerah Distrik Burmeso. Perjalanan yang menyenangkan dengan menggunakan mobil merah silver bernomor 01. Mobil yang dulunya dimiliki orang nomor 1 dan 2 di tempat kami bekerja. Mobil yang jarang sekali mengangkut banyak penumpang, tapi akhirnya kami lah yang memulai dengan penumpang yang lebih dari 15 orang dalam satu mobil strada merah itu.

Canda tawa menghiasi perjalanan kami sampai di tempat tujuan, ke Camp Agathis bersilahturahmi dengan karyawan yang sedang merayakan idul fitri, kemudian lanjut menuju Burmeso. Beberapa jam di Burmeso, akhirnya kami kembali pulang. Perjalanan pulang dari Burmeso pun dihiasi dengan canda tawa. Mampir ke beberapa tempat untuk berfoto. Lokasi kantor bupati/anggota dewan itu menjadi tempat paling favorit kami untuk berfoto bersama maupun ajang narsis diri pribadi. Dari tempat tersebut kita dapat melihat Mamberamo  dari ketinggian. Indah dan luar biasa sekali kelihatannya. Setelah puas kami kembali pulang ke Camp dengan senyum dan tawa, serta kenangan tak terlupakan.

Perjalanan kedua kami adalah menuju Kaso, sehari sebelum saya dan Theo berangkat menuju Wasior. Dengan bermodal bujuk rayu kepada pak 'D' untuk memberi ijin kami jalan-jalan sebelum berangkat akhirnya kami diberikan bon trip speed untuk ke Kaso. Lagi-lagi kami kelebihan penumpang speed yang hanya untuk 8 orang tetapi kami gunakan sampai 15 orang untuk satu speed.

Theo sudah membujuk pak 'D' untuk menggunakan dua speed, tetapi tidak diberikan oleh beliau. Sesampai di Kaso kami langsung menuju warung ikan bakar yang berisikan mba-mba cantik sebagai pelayan dan penjual di warung tersebut. Kami memesan ayam dan ikan bakar, foto sana sini serta akhirnya makanan kami datang. Doa makan saat itu dipimpin oleh pak Lukman, doa yang benar-benar menyentuh hati kami masing-masing saat itu. Indah kebersamaan kami saat itu tidak dapat terukir dengan kata-kata.
Kali itu rasa ingin meninggalkan Mamberamo benar-benar hilang, berat untuk pergi meninggalkan teman-teman 'Gank Dapur' tersebut. Kebersamaan ini yang pasti akan membuat saya sangat merindukannya jika saya sudah berada jauh dari mereka. Canda tawa, keceriaan, support dan rasa menjaga satu dengan yang lain membuat ikatan makin kuat di antara kami.

Selesai makan malam kami mulai beranjak untuk menjelajah Kaso demi mencari pop mie, dan ajang narsis dengan foto dimanapun serta kapan pun terus berlanjut. Keceriaan kami sedikit tecoreng karena ceramah singkat pak 'D' tentang speed yang overload dan berangkat di malam hari. Tetapi kebahagiaan dan kebersamaan kami terus berlanjut hingga tengah malam dan senyum terus mengembang di wajah kami masing-masing.

Hari saat saya dan Theo harus berangkat akhirnya tiba. Sekali lagi saya katakan, sungguh berat meninggalkan Mamberamo dengan teman-teman yang masih ada disana. Sedih dan haru bercampur aduk, tapi sebisa mungkin saya tahan untuk tidak bersedih di depan mereka. Karena saya yakin kami pasti akan bertemu dan berkumpul kembali. Perjalanan speed menuju Dawai ternyata cukup melelahkan, untung kami sempat membeli makan siang di Trimuris. Bersyukur kami punya Cornelles, motoris handal yang bisa di andalkan untuk mencuri waktu beli makan siang di Trimuris. Mampir di Gesa hanya untuk sekedar lewat, bertemu dengan para brimob yang akan kembali bertugas ke Mamberamo. Speed sudah menunggu kami menuju ke Dawai. Setiba di Dawai hal pertama yang saya ingin tahu adalah seramai apa Dawai itu. Ternyata Dawai memang ramai, bahkan terkesan berisik karena hampir seluruh karyawan serta masyarakat menggunakan kendaraan beroda dua.

Namun keramaian Dawai tidak cukup membuat saya senang karena saya merasa kurang lengkap dengan tidak adanya teman-teman 'Gank Dapur'. Jika saja ada mereka saat, pasti kami tidak akan tinggal diam. Dawai akan kami jelajahi  hingga seujung kuku pun. Rasa rindu dalam kebersamaan itu menggerogoti, ingin rasanya kembali ke Camp tapi perjlanan ini harus terus maju bukan mundur, dan saya yakin kami pasti akan bertemu dan berkumpul lagi di tempat yang saya dan Theo tuju saat ini yaitu Wasior.
Kami mungkin harus lebih dulu menginjakkan kaki di WASIOR, tempat dimana kami akan mengukir kenangan bersama nantinya. Tunggu Kami 'Gank Dapur' WASIOR......



regrads
sasa